“iwato ela painom k, o hei kepeng susah, hei kepeng akaho na susa painoi , lolo fue fufun anakolu isikora apina fia-fia, akang anau e jadi mansia ela a”
“hayo e hidop susa jua, mancari uang susa tar mancari deng tamba susah lai, loko punggul sadiki-sadiki jua par anana iskolah tu, la kata dong jadi orang sadiki”
“duh, hidup sangat susah ya, bekerja susah tidka bekerja makin susah, tidak apa-apa menabung sedikit demi sedikit buat anak-anak sekolah agar mereka menjadi orang yang pintar”
Sebenarnya posting ini sudah beberapa hari yang lalu telah tertulis namun masih banyak kekurangan sehingga masih bertahan didraft dan selain itu juga secara kebetulan saya diminta sama Usi Ita untuk mengkoreksi memberi pendapat tentang bahasa tanah yang beliau tulis pada blognya , aduh apa yang bisa saya koreksi karena saya aja masih banyak belajar juga nih hehehhe jadi ya bisa sekalian, selain itu dari blogwalking di beberapa tempat saya menemukan tulisan-tulisan tentang bahasa ambon yang menggelitik hati saya untuk menulis posting ini.
Seperti quote diatas, pada quote pertama adalah ungkapan dari Bahasa Tana, kedua dari bahasa Melayu Ambon, di seluruh maluku dari Kei sampai dengan Ternate terdapat bahasa-bahasa daerah asli maluku yang disebut dengan ‘Bahasa Tana’ bahasa ini tidak hanya terdapat pada beberapa daerah atau desa-desa akan tetapi bahasa ini merupakan bahasa ibu orang maluku, Kenapa saya lebih menulis ‘tana’ dari pada ‘tanah’ walaupun artinya sama namun memiliki nilai yang berbeda dalam bahasa ambon, ‘tana’ dalam bahasa ambon bisa berarti tanah bisa berarti juga ditujukan kepada tanah leluhur di pulau Nusa Ina, sehingga bahasa tana dapat diartikan sebagai bahasa asli suku maluku.
Bahasa yang bermula dari pedalaman Nusa Ina yang dianggap sebagai pulau pertama orang maluku berdiam sebelum tersebar ke seontero maluku. Sedangkan bahasa ambon atau bahasa sehari-hari orang Maluku disebut dengan bahasa Melayu Ambon, yang dipergunakan hampir oleh sebagian besar orang maluku ini dalam komunikasi sehari-hari.
Sampai sekarang tidak kurang dari 117 Bahasa Tana yang terdapat di seluruh maluku ini, dan ada beberapa yang mengalami kepunahan, kebanyakan bahasa-’Bahasa Tana’ yang mengalami kepunahan adalah Bahasa Tana yang dipergunakan oleh desa-desa kristen baik di pulau ambon maupun di sebagian kecil pulau seram. Bahasa Tana pada komunitas kristen pernah dicatatat oleh Geogius Rumphius pada tahun 1987, yaitu di desa Hative dan Hitu, dalam laporannya ia mengatakan bahwa bahasa Ambon (hative dan hitu) sangat berbeda sekali dengan bahasa pulau-pulau yang berdekatan dengannya seperti ternate, makassar dan banda. dan dua bahasa ini yang telah dicatat oleh om george itu sudah punah tanpa jejak sampai sekarang. sedangkan pada komunitas Islam selain masih bertahan juga beberapa hari yang lalu baru diluncurkan “kamus Bahasa Tana Asilulu – Inggris oleh James T. Collins yang telah melakukan penelitian cukup lama tentang punahnya Bahasa Tana di Pulau ambon ini,
Apakah Bahasa Tana telah punah?
Saya sedikit tersenyum ketika membaca tulisan-tulisan seperti ini
“Para pemimpin upacara, dukun atau “orang pake-pake”, adalah komunitas pendukung Bahasa Tana itu. Bahasa yang dipakai ketika mereka berbicara kepada sejarah dan asal-usul mereka. Meminta dukungan dari para leluhur. Ini terjadi pada semua bahasa, yang tersingkir.”
“Sedangkan kebanyakan masyarakat Muslim Ambon masih mempunyai bahasa daerah sendiri yang disebut Bahasa Tana” [1]
Sebenarnya Bahasa Tana ini tidak pernah punah setidaknya sampai sekarang ini, sebab penggunaan Bahasa Tana ini masih dijadikan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari pada desa-desa di pulau Seram, saya pun masih bisa menggunakan bahasa-bahasa tersebut dengan tetangga-tetangga saya walaupun kosakata Bahasa Tana saya minim sekali heheheh tapi moga-moga ga termasuk dukun deh.
Selain itu juga juga Bahasa Tana ini tidak lah menjadi bahasa komunitas orang islam saja akan tetapi seperti yang saya jelaskan diatas, Bahasa Tana adalah bahasa Ibu orang maluku, sehingga tidak hanya orangIslam saja yang menggunakan, orang Kristen pun menggunakan Bahasa Tana, walaupun pada komunitas kristen saat ini bahasa tanahnya hampir punah namun mereka mempunyai bahasa tanah juga.
Punahnya Bahasa Tana pada desa-desa Kristen
Penggunaan Bahasa Tana oleh komunitas atau desa Kristen tidak se-intens pada desa-desa Islam sehingga tidak mengherankan pada saat ini tidak terdapat lagi percakapan Bahasa Tana dikalangan komunitas Kristen, penutur Bahasa Tana dikomunitas Kristen hanya tinggal orang tua-tua dan mungkin satu dua orang pemuda yang masih berkomunikasi menggunakan Bahasa Tana, selebihnya Bahasa Tana dari komunitas desa kristen telah punah. Sehingga tidak mengherankan pada saat sekarang Bahasa Tana lebih dikenal di desa-desa Islam dari pada desa kristen.
Hilangnya Bahasa Tana di beberapa desa di Maluku Tengah maupun di Ambon khususnya desa-desa kristen tidak terlepas penjajahan belanda selama berabad-abad di Maluku ini, selain itu perlakuan berbeda yang diterima antara orang Islam dan orang Kristen pada jaman Belanda banyak mempengaruhi hilangnya Bahasa Tana tersebut, perlakuan Belanda dengan memberikan ‘hak’ yang lebih kepada orang kristen untuk bekerja sebagai penginjil maupun tenaga administrasi di pemerintahan Belanda waktu itu menjadi pemicu utama hilangnya Bahasa Tana, dan kebetulan bahasa Melayu telah bekembang diwilayah Hindia Belanda serta djadikan satu-satunya bahasa pengantar diseluruh wilayah ini. Dengan demikian setiap orang yang ingin menjadi pegawai mau tidak mau harus menggunakan bahasa Melayu tersebut dan juga pemakaian bahasa Melayu mempunyai prestise tersendiri pada waktu itu dikalangan orang-orang Maluku. Maka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan menjadi pegawai Belanda sehingga berbahasa Melayu adalah pilihan paling menggiurkan didepan mata, sehingga komunikasi dan secara perlahan Bahasa Tana tersingkirkan oleh bahasa Melayu.
Seperti yang dituturkan oleh Prof. James T. Collins pada waktu Kongres Internasional Bahasa-Bahasa Daerah Wilayah Indonesia Timur, di Ambon beberapa hari yang lalu. Karena alasan-alasan tertentu desa-desa dengan komunitas Muslim saat itu tidak pernah berpikir untuk melakukan hal yang sama, Itulah sebabnya bahasa-bahasa daerah maluku dari komunitas Islam relatif tidak mengalami kepunahan dalam kurung waktu yang panjang. Dan Hasil pembauran antara bahasa daerah dan bahasa melayu saat itu hingga abah 18 memunculkan bahasa ragam melayu dialek ambon yang dikenal sebagai bahasa “Malayu Ambon” yang terus berkembang sampai saat ini, namun pada perkembangannya banyak sekali istilah-istilah asing yang ikut andil dalam mengembangkan bahasa Melayu Ambon ini, terutama Belanda dan Portugis.
Akan tetapi bagi saya tidak semua desa-desa kristen mengalami hal tersebut, dan hal ini pun tidak terlepas dari cara belanda memperlakukan desa-desa tersebut, pada desa-desa Kristen di pulau Seram (dalam hal ini, Seram Selatan), penggunaan Bahasa Tana masih seperti desa-desa tetangga mereka yang Islam, Bahasa Tana masih menjadi percakapan sehari-hari diantara warganya, sehingga saya melihat kepunahan Bahasa Tana tersebut hanya berlaku pada komunitas desa-desa Kristen di Pulau Ambon dan Lease yang nota bene intensitas kedekatan dengan Belanda lebih banyak dari pada komunitas diluar itu.
Bahasa Tana di desa-desa Islam
Pada hampir setiap desa Islam dimaluku penggunaan Bahasa Tana masih menjadi prioritas utama, bahasa melayu ambon hanya dipergunakan pada saat-saat mereka berbicara dengan orang-orang yang dianggap tidak mengerti dengan Bahasa Tana yang dipergunakan didesa tersebut, salah satu contoh di desa islam pada belahan selatan Pulau seram, desa-desa semacam Tehua, Moso, Laimu, Laha Islam, Tehoru, Haya, Tamilow, Sepa, dan lain-lain. dalam percakapan sehari-hari mereka masih tetap menggunakan Bahasa Tana sehingga regenerasi Bahasa Tana tersebut masih tetap terjaga sampai sekarang. Akan tetapi setahu saya, di desa-desa tersebut bahasa yang mereka pergunakan dianggap bukan Bahasa Tana, Bahasa Tana bagi mereka adalah bahasa yang dipergunakan oleh orang gunung (suku terasing yang berdomisili dihutan-hutan) sedangkan bahasa yg mereka pergunakan disebut sesuai dengan nama desanya yakni bahasa laimu, bahasa tehua, haya dsb.
Seperti di desa Laimu, penggunaan Bahasa Tana ini menjadi semacam keharusan bagi pemuda-pemuda untuk berkomunikasi dengan orang-orang tua mereka, dan penggunaan Bahasa Tana ini tidak saja mereka pergunakan pada waktu mereka berada didesa tersebut saja, akan tetapi sampai di Ambon bahkan jakarta pada waktu mereka bertemu dengan sesama warga desa maka bahasa yang mereka pergunakan dalam komunikasi adalah Bahasa Tana, ungkapan “palaow, khabare na saim?” sebagai ungkapan pertama dalam bertemu atau indonya “halo, gimana kabarnya” masih terus dipergunakan. atau plesetan-plesetan bahasa tana logat jakarta “saim sih??” ada apa sih. Saya ingat ketika pada waktu masih di ambon, bersama dua orang teman yang yang kuliah disana jga sempat menyusun kamus Bahasa Tana Laimu, dengan contoh cara penggunaannya dalam kalimat sebagian yang kami susun adalah sebagai berikut.
Contoh Bahasa Tana di desa Laimu
No | Bahasa Tana | Indonesia | Bahasa Tana | Indonesia |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 | San Lua Toi Vae Rima Noe Vitu Waju Siwa Hutu Hutusan elansan Hutu lua Hutulua elansan Yauw Yale Ae Kai Manawa Hihina Waelo Lawa Holahae Saka Moki Putu Lahito Taka kako ian | 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 20 21 Saya Kamu Makan Pergi Laki-Laki Perempuan Air Lari Buang Jaga Dingin Panas Baju Celana Lihat ikan | Mahale Mauma Lalau Manlia Opatan Lotomina Halimuli Uma ela anan Ohaya Yai Lasa Milim Ohita Lipia Tita Asana Palaow Saim Sa’i Ujum Uvan Ahiyan Okue Sopayano Musupuru taho pangkara | Bawah/Barat Atas/Timur Laut/Selatan Darat/Utara Menangis Depan Belakang Rumah Besar Kecil Pikul Kayu Babat Kebun Potong Sagu Jalan Pikul Bagaimana Apa Dayung Kepala Wajah Jelek Duduk Sholat Mengaji tau singkong |
Contoh penggunanan Bahasa Tana desa Laimu
“he o kako, o kako mahale ka iano oto le” artinya : eh lihat, lihat ke barat ikan banyak sekali”
“o kai lio?” a kai milim, ka a hita lipia a” artinya : mau kemana? aku mau ke kebun, hendak tebang pohon sagu dulu”
Ada ungkapan-ungkapan Bahasa Tana yang mempunyai arti yang berbeda apabila disambung dengan bahasa sehari-hari. selain itu juga kata-kata tambahan seperti “o, e, le, ka, dan lain-lain kadang membuat bingung juga. atau kalo datang ke ambon dan pingin mengerti bahasa tersebut digunakan bisa ikut dengan saya untuk melihat dan mendengar bagaimana sih bahasa tana yang dipergunakan sehari-hari itu.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.