Rabu, 28 Juli 2010

Kapitan Jonker jagoan asal ambon


Kapitan Jonker adalah nama seorang pemimpin kelompok pasukan Maluku yang mengabdi kepada VOC. Ia terlibat dalam banyak pertempuran untuk membantu menegakkan kekuasaan VOC di Indonesia. Di akhir hayatnya, ia dikenai tuduhan berbuat makar dan tewas ketika kediamannya diserbu pada tahun 1689.

Awal mula

Jonker berasal dari keluarga bangsawan Muslim di Maluku.Nama Jonker sendiri diperkirakan bukan nama asli, melainkan padanan gelar tamaela yang biasa digunakan di Ambon pada zaman itu. Namanya tertulis dalam sebuah akte tahun 1664 sebagai JonckerJouwa de Manipa, menunjukkan kemungkinan bahwa ia berasal dari Pulau Manipa, Seram Barat. Awalnya ia berjuang keras melawan kekuasaan VOC. Perlawanan tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 1634 - 1643, yaitu pada Perang Hitu II atau disebut juga Perang Wawane. Akan tetapi ia kalah, dan pasukan perlawanannya serta pasukan Raja Tahalele dari Pulau Boano menjadi tawanan VOC.

Memimpin peperangan

Sekitar tahun 1654, ia berada dalam pengawasan Arnold de Vlamingh van Oudtshoorn, dan termasuk dalam bagian dari pasukan pimpinan Kapitan Raja Tahalele yang ditempatkan di Batavia.Saat itu ia menjadi wakil Raja Tahalele, dan kemungkinan mulai menggunakan gelar raja muda, yang dipadankan menjadi jonker dalam bahasa Belanda. Saat memimpin pasukan Maluku dalam pertempuran VOC di Srilangka, Raja Tahalele mengalami luka parah. Jonker diangkat menjadi pemimpin penggantinya, dan sejak saat itulah gelar kapitan mulai disandangnya. Setelah pertempuran tersebut, ia memimpin pasukan Maluku yang bermarkas di Batavia.

Kapitan Jonker terlibat di berbagai medan perang lainnya dalam membantu VOC, antara lain di Timor, pantai barat Sumatera, Sulawesi, pantai timur Jawa, Palembang dan Banten. Dalam salah satu pertempuran terakhirnya yang berlangsung selama tujuh tahun (1675 - 1682) melawan Trunojoyo, ia bahkan memimpin pasukan besar yang tidak saja terdiri dari orang-orang Maluku, melainkan juga orang-orang Makassar, Bugis, dan Mardijkers. Atas jasa-jasanya, ia mendapatkan suatu wilayah di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Sampai akhir tahun 1960-an, wilayah tersebut masih dikenal masyarakat dengan sebutan Pejongkoran.

Akhir kehidupan

Setelah Gubernur Jendral Cornelis Speelman pada tahun 1684 meninggal dunia, pengaruh Jonker yang terlalu besar menimbulkan rasa tidak suka dari pimpinan VOC di Batavia saat itu, yaitu Isaac de l’Ostale de Saint Martin. Jonker dianggap tidak bisa dikendalikan. Kekuasaan Jonker mulai dikurangi, dan seorang Kapitan Buleleng keturunan Bali yang bekas budak Jonker diperintahkan VOC untuk memisahkan kelompok perkampungan dari pasukan Jonker berdasarkan suku-suku mereka. Puncak konflik yang terjadi ialah pada tahun 1689, yaitu ia dituduh akan memberontak dan terjadinya pertempuran antara Jonker dan pengikutnya di Pejongkoran melawan pasukan VOC dan pendukungnya. Tercatat bahwa seorang Kapitan Melayu bernama Wan Abdul Bagus yang ditugaskan oleh VOC terluka parah dalam pertempuran tersebut.Kapitan Jonker yang semula dianggap berjasa oleh VOC, akhirnya tewas terbunuh.

Alamat makam : kapitan jonker

Jln. PPL Marunda 
Kelurahan Marunda Kec. Cilincing
Jakarta Utara

1 komentar:

  1. Makam di samping makam Jongker adalah Tololiu Dotulong, seorang sakti yang memimpin pasukan Tulungan dari Fort Amsterdam di Manado yang terdiri dari sekitar 1200an orang Minahasa yang membantu Belanda membasmi Perang Jawa (Perang Diponegoro) yang berlangsung pada tahun 1825-1830. Pasukannyalah yang diberi tugas untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Atas keberhasilannya menangkap Pangeran Diponegoro, pihak dari pemerintah Belanda menganugerahkannya sebuah pedang atau klewang sebagai tanda anugerah kehormatan.

    the minahasan knight regiment (1421 men in treaty, but not all personel could be carried cross over the sea), and the Minahasan Knights were joint to de Infanterie van het Nederland Oost Indische leger by the treaty between Minahassa and Nederland, with assisted by 9 deputies to commanding the expeditionary Minahasan Knights regiment -around 400 Infantrymen into Java War and accept high ranking infanterie officer of the regiment at the time. And after Java War, all the officers (10) receiving royal highest medal of the orange empire(the Military Willem Order). Otherside, this battle to helping the Sultan family in Jogya, there were threats by the Dipenogoro prince troops. And the Javanese called the Minahasan Knights were Tulungen = balabantuan, balabantuan dari utara.(admitted by Sultan H.B IX).

    BalasHapus